Salam readers…
Beberapa tahun silam saya boleh berbangga dapat menemukan diri saya sebagai seorang introvert. Memang benar, titik balik seseorang itu prasyaratnya adalah mengenali diri dimana berada dan karenanya bisa menentukan arah hidup. Tampaknya para introvertian baru sadar bahwa dirinya sebagai introvert mempunyai fungsi khusus di dunia ketika mencapai umur matang.
Perikehidupan di dunia ini sekilas tampak cenderung extrovert. Namun pernahkah Anda bertanya mengapa Tuhan menciptakan dua sifat yang pada titik ekstem berada pada kutub yang sangat bertolak belakang. Extrovert pada dunia luar, dan introvert pada dunia dalam.
Sadarkah Anda tentang diri sendiri dimana Anda berada? Untuk penjelasan detail mengenai definisi dan karakteristik sifat introvert maupun extrovert bisa dicari di Wikipedia. Baca itu! Jangan dengar kata-kata orang yang mengkotak-kotakkan siapa extrovert siapa introvert. Baca..! Baca..! Baca..! Gali kebenaran, jangan dengar kata-kata orang-orang yang bicara dangkal berlandaskan “katanya”… dan “katanya”…. Belajarlah!
Extrovert tidak lebih baik dari introvert. Introvert tidak juga lebih pintar dari extrovert. Keduanya memiliki peranan dan fungsi yang berbeda di dunia ini. Keduanya dibutuhkan. Mari saya ajak menggambarkan karakteristik kehidupan extrovertian dan intravertian di kehidupan sehari-hari.
Para extravertian mendapatkan “energi dan nafas jiwa kehidupannya” melalui bicara “percakapan eksternal”, bertemu dengan orang, dan berada pada kelompok manusia. Mereka senang terlibat dalam pembicaraan dan mengutarakan apa yang dipikirkannya secara langsung. Dari sana dia mendapatkan kepuasan batin dan energinya bertambah, “recharged”. Namun para extravertian memiliki kecenderungan natural tidak tahan dengan kondisinya dalam keadaan kesendirian, jiwanya akan lebih lelah.
Sedangkan para intravertian mendapatkan “energi dan nafas jiwa” melalui pendalaman internal, membaca buku, berpikir (percakapan internal), mengolah sesuatu secara mandiri. Mereka senang terlibat dalam kegiatan-kegiatan mandiri dan memiliki kecenderungan natural untuk membatasi pertemuan dengan orang. Intravertian dapat merasa hidup ketika mendapatkan cukup waktu untuk “recharge” dalam keadaan sendiri.
Namun demikian, extraversion tidak berarti dia tidak mampu hidup dalam kesendirian, tapi agak kesulitan. Hanya saja dia akan lebih tampak bugar jiwanya ketika berada bersama orang-orang.
Begitupun, intraversion tidak berarti dia tidak mampu bersosialisasi, tapi agak kesulitan. Hanya saja dia kan tampak lebih bugar jiwanya bila mempunyai cukup waktu dalam kesendirian.
Waktu yang dibutuhkan untuk recharge, baik extravertian maupun intravertian sangat bervariasi antara antar orang-perorangan. Bisa saja ada batas yang tipis diantara keduanya, sehingga sulit dibedakan (maupun membedakan diri) apakah dia intravertian atau extravertian. Dan memang ada beberapa orang yang berada di tengah dan benar-benar tidak bersifat introvert maupun ekstrovert, beberapa sumber menyebutnya sebagai ambivertian.
Balita yang terlihat extravert sudah terlihat cepat berteman dengan balita lainnya ketika dalam suatu perkumpulan, katakanlah dalam suatu arisan, pertemuan sosial, kunjungan-kunjungan, dsb.
Sedangkan balita intravert memerlukan waktu adaptasi yang cukup untuk bisa bermain bersama dengan teman-temannya yang baru dikenal.
Pada masa sekolah, anak-anak extrovert cenderung sering “gabung-gabung” dengan beberapa teman lainnnya. Namun cenderung jarang memiliki sahabat mendalam. Perilakunya di kelas cenderung berkeliaran, duduk sana-sini.
Anak-anak introvert cenderung memiliki sahabat tetap. Temannya tidak banyak namun memiliki sahabat dekat. Perilakunya di kelas cenderung berada di tempat yang sering dia datangi maupun dikenal.
Begitupun di dunia kerja, karyawan extrovert cenderung senang berkumpul dengan rekan-rekannya dan berbicara sana-sini, baik itu tentang pekerjaan maupun tentang bola, dsb. Biasanya mereka tidak betah diam di kursinya (kursi panas). Berat baginya untuk duduk diam dan membuat konsep-konsep kerja yang membutuhkan pendalaman konsentrasi selama berjam-jam. Namun, kelebihannya dia mampu mendapatkan informasi dari pergaulan sebagai pengganti dari kesulitannya menggali jawaban sendiri.
Sedangkan, karyawan introvert cenderung fokus bekerja di tempatnya. Bahkan beberapa dari mereka terlalu fokus sampai lupa makan siang misalnya. Mereka jarang sengaja berkumpul dan berbincang-bincang dengan rekan-rekan. Baginya, berbincang-bincang ringan itu hanya tidak berguna membuang waktu. Kalaupun berbincang, bisa dipastikan muatan percakapan mereka tampak “terlalu” serius. Namun di balik itu, kelebihannya mampu menggali dan mencari jawaban sendiri untuk menyelesaikan pekerjaannya sebagai pengganti kesulitannya mencari informasi dalam pergaulan.
Beberapa contoh kehidupan sehari-hari di atas mungkin bisa menjadi bahan renungan untuk saling memahami dan berlaku adil terhadap orang-orang di sekitar kita.
Beberapa tahun dan dekade yang lalu, syarat menjadi seorang pemimpin selalu diidentikan dengan sifat extrovert. Namun demikian dunia psikologi modern sudah mulai mampu lebih mengenali keunggulan-keunggulan para introvert high achiever yang dapat menjadi pemimpin sesuai dengan sifatnya.
Ada satu penelitian dari Harvard Business School yang menyatakan bahwa intravertian adalah pemimpin terbaik bagi karyawan yang proaktif. Sebaliknya, extravertian adalah pemimpin terbaik bagi karyawan yang pasif.
Ada benang merah yang dapat disimpulkan mengenai intraversion dan extraversion.
Pertama, keduanya memiliki peranan di dunia ini yang apabila intravertian berada pada tempat yang tepat maka akan menghasilkan lebih daripada extravertian. Begitu pula sebaliknya, extravertian dapat lebih produktif daripada intravertian ketika berada di lingkungan yang tepat. Keduanya membutuhkan ekosistem yang tepat, baik itu suasana keluarga, masa kanak-kanak, lingkungan sekolah, lingkungan kerja, dan wadah karirnya.
Kedua, secara umum masyarakat cenderung kurang adil terhadap para intravertian dan menuntut harus lebih extrovert jika mau bertahan di dunia yang serba extrovert ini. Para pemimpin keluarga, sekolah, dan lingkungan kerja harus memahami ini dan mencoba lebih adil untuk mengarahkan mereka sesuai dengan sifat bawaannya.
Ketiga, semua hal-hal seperti terurai di atas biasanya disadari oleh (khususnya) intravertian pada umur-umur menjelang 30-an. Agak terlambat memang untuk mengetahui dan menggali potensi diri sebagai seorang introvert. Masa kehidupan sebelumnya dia cenderung dituntut untuk lebih extrovert oleh lingkungannya. Padahal, jika intravertian lebih mengenal dirinya lebih dini maka dia akan mampu untuk mengendalikan hidupnya menuju arah yang sesuai dengan sifatnya. Tugas para pendidiklah yang harus mengenalkan ini kepada didikannya.
Keempat, dari ratusan bidang kerja di dunia ini ada bidang-bidang khusus yang memang akan jauh lebih produktif jika dikerjakan oleh extravertian atau oleh intravertian. Dan salah satu dari mereka adalah ahlinya.
Kelima, keduanya memiliki pendekatan dan metoda dalam memimpin ketika berada pada posisi sebagai pemimpin. Keduanya mampu menjadi pemimpin di tempat yang tepat, kondisi yang pas, dan ekosistem yang mendukung.
Terakhir, saya hanya berbagi cerita dari seorang intravertian untuk intravertian yang belum menemukan dirinya:
Anda harus mulai mencari siapa diri Anda dan perkuat kelebihan khas Anda. Terima diri Anda sebagai intravertian dan jangan coba-coba mengganti diri Anda menjadi extravertian. Yang perlu Anda lakukan adalah belajar bagaimana untuk extrovert pada situasi tertentu (pada suatu dinamika tertentu), dan tetap introvert dalam hidup Anda. Tuhan menciptakan keduanya untuk tujuan yang berbeda, kejarlah itu! Anda berharga di dunia ini. Cara menunjukkan kelebihan Anda tidak perlu selalu dengan berbicara ngalor ngidul, itu tidak berguna! Small talk is bullshit! Buatlah karya yang akan mengobrak-abrik konsensus palsu bahwa introvert itu adalah pendiam, payah, dan tidak berguna.
Ingat, Tuhan menciptakan Anda dengan desain khusus untuk tujuan khusus. Bergeraklah di muka bumi sesuai desain terbaik-Nya untuk Anda dan temukan tujuan itu, dan jadikan diri Anda bahagia dengan apa yang Anda kerjakan.
Insya Allah…
Beberapa tahun silam saya boleh berbangga dapat menemukan diri saya sebagai seorang introvert. Memang benar, titik balik seseorang itu prasyaratnya adalah mengenali diri dimana berada dan karenanya bisa menentukan arah hidup. Tampaknya para introvertian baru sadar bahwa dirinya sebagai introvert mempunyai fungsi khusus di dunia ketika mencapai umur matang.
Perikehidupan di dunia ini sekilas tampak cenderung extrovert. Namun pernahkah Anda bertanya mengapa Tuhan menciptakan dua sifat yang pada titik ekstem berada pada kutub yang sangat bertolak belakang. Extrovert pada dunia luar, dan introvert pada dunia dalam.
Sadarkah Anda tentang diri sendiri dimana Anda berada? Untuk penjelasan detail mengenai definisi dan karakteristik sifat introvert maupun extrovert bisa dicari di Wikipedia. Baca itu! Jangan dengar kata-kata orang yang mengkotak-kotakkan siapa extrovert siapa introvert. Baca..! Baca..! Baca..! Gali kebenaran, jangan dengar kata-kata orang-orang yang bicara dangkal berlandaskan “katanya”… dan “katanya”…. Belajarlah!
Extrovert tidak lebih baik dari introvert. Introvert tidak juga lebih pintar dari extrovert. Keduanya memiliki peranan dan fungsi yang berbeda di dunia ini. Keduanya dibutuhkan. Mari saya ajak menggambarkan karakteristik kehidupan extrovertian dan intravertian di kehidupan sehari-hari.
Para extravertian mendapatkan “energi dan nafas jiwa kehidupannya” melalui bicara “percakapan eksternal”, bertemu dengan orang, dan berada pada kelompok manusia. Mereka senang terlibat dalam pembicaraan dan mengutarakan apa yang dipikirkannya secara langsung. Dari sana dia mendapatkan kepuasan batin dan energinya bertambah, “recharged”. Namun para extravertian memiliki kecenderungan natural tidak tahan dengan kondisinya dalam keadaan kesendirian, jiwanya akan lebih lelah.
Sedangkan para intravertian mendapatkan “energi dan nafas jiwa” melalui pendalaman internal, membaca buku, berpikir (percakapan internal), mengolah sesuatu secara mandiri. Mereka senang terlibat dalam kegiatan-kegiatan mandiri dan memiliki kecenderungan natural untuk membatasi pertemuan dengan orang. Intravertian dapat merasa hidup ketika mendapatkan cukup waktu untuk “recharge” dalam keadaan sendiri.
Namun demikian, extraversion tidak berarti dia tidak mampu hidup dalam kesendirian, tapi agak kesulitan. Hanya saja dia akan lebih tampak bugar jiwanya ketika berada bersama orang-orang.
Begitupun, intraversion tidak berarti dia tidak mampu bersosialisasi, tapi agak kesulitan. Hanya saja dia kan tampak lebih bugar jiwanya bila mempunyai cukup waktu dalam kesendirian.
Waktu yang dibutuhkan untuk recharge, baik extravertian maupun intravertian sangat bervariasi antara antar orang-perorangan. Bisa saja ada batas yang tipis diantara keduanya, sehingga sulit dibedakan (maupun membedakan diri) apakah dia intravertian atau extravertian. Dan memang ada beberapa orang yang berada di tengah dan benar-benar tidak bersifat introvert maupun ekstrovert, beberapa sumber menyebutnya sebagai ambivertian.
Balita yang terlihat extravert sudah terlihat cepat berteman dengan balita lainnya ketika dalam suatu perkumpulan, katakanlah dalam suatu arisan, pertemuan sosial, kunjungan-kunjungan, dsb.
Sedangkan balita intravert memerlukan waktu adaptasi yang cukup untuk bisa bermain bersama dengan teman-temannya yang baru dikenal.
Pada masa sekolah, anak-anak extrovert cenderung sering “gabung-gabung” dengan beberapa teman lainnnya. Namun cenderung jarang memiliki sahabat mendalam. Perilakunya di kelas cenderung berkeliaran, duduk sana-sini.
Anak-anak introvert cenderung memiliki sahabat tetap. Temannya tidak banyak namun memiliki sahabat dekat. Perilakunya di kelas cenderung berada di tempat yang sering dia datangi maupun dikenal.
Begitupun di dunia kerja, karyawan extrovert cenderung senang berkumpul dengan rekan-rekannya dan berbicara sana-sini, baik itu tentang pekerjaan maupun tentang bola, dsb. Biasanya mereka tidak betah diam di kursinya (kursi panas). Berat baginya untuk duduk diam dan membuat konsep-konsep kerja yang membutuhkan pendalaman konsentrasi selama berjam-jam. Namun, kelebihannya dia mampu mendapatkan informasi dari pergaulan sebagai pengganti dari kesulitannya menggali jawaban sendiri.
Sedangkan, karyawan introvert cenderung fokus bekerja di tempatnya. Bahkan beberapa dari mereka terlalu fokus sampai lupa makan siang misalnya. Mereka jarang sengaja berkumpul dan berbincang-bincang dengan rekan-rekan. Baginya, berbincang-bincang ringan itu hanya tidak berguna membuang waktu. Kalaupun berbincang, bisa dipastikan muatan percakapan mereka tampak “terlalu” serius. Namun di balik itu, kelebihannya mampu menggali dan mencari jawaban sendiri untuk menyelesaikan pekerjaannya sebagai pengganti kesulitannya mencari informasi dalam pergaulan.
Beberapa contoh kehidupan sehari-hari di atas mungkin bisa menjadi bahan renungan untuk saling memahami dan berlaku adil terhadap orang-orang di sekitar kita.
Beberapa tahun dan dekade yang lalu, syarat menjadi seorang pemimpin selalu diidentikan dengan sifat extrovert. Namun demikian dunia psikologi modern sudah mulai mampu lebih mengenali keunggulan-keunggulan para introvert high achiever yang dapat menjadi pemimpin sesuai dengan sifatnya.
Ada satu penelitian dari Harvard Business School yang menyatakan bahwa intravertian adalah pemimpin terbaik bagi karyawan yang proaktif. Sebaliknya, extravertian adalah pemimpin terbaik bagi karyawan yang pasif.
Ada benang merah yang dapat disimpulkan mengenai intraversion dan extraversion.
Pertama, keduanya memiliki peranan di dunia ini yang apabila intravertian berada pada tempat yang tepat maka akan menghasilkan lebih daripada extravertian. Begitu pula sebaliknya, extravertian dapat lebih produktif daripada intravertian ketika berada di lingkungan yang tepat. Keduanya membutuhkan ekosistem yang tepat, baik itu suasana keluarga, masa kanak-kanak, lingkungan sekolah, lingkungan kerja, dan wadah karirnya.
Kedua, secara umum masyarakat cenderung kurang adil terhadap para intravertian dan menuntut harus lebih extrovert jika mau bertahan di dunia yang serba extrovert ini. Para pemimpin keluarga, sekolah, dan lingkungan kerja harus memahami ini dan mencoba lebih adil untuk mengarahkan mereka sesuai dengan sifat bawaannya.
Ketiga, semua hal-hal seperti terurai di atas biasanya disadari oleh (khususnya) intravertian pada umur-umur menjelang 30-an. Agak terlambat memang untuk mengetahui dan menggali potensi diri sebagai seorang introvert. Masa kehidupan sebelumnya dia cenderung dituntut untuk lebih extrovert oleh lingkungannya. Padahal, jika intravertian lebih mengenal dirinya lebih dini maka dia akan mampu untuk mengendalikan hidupnya menuju arah yang sesuai dengan sifatnya. Tugas para pendidiklah yang harus mengenalkan ini kepada didikannya.
Keempat, dari ratusan bidang kerja di dunia ini ada bidang-bidang khusus yang memang akan jauh lebih produktif jika dikerjakan oleh extravertian atau oleh intravertian. Dan salah satu dari mereka adalah ahlinya.
Kelima, keduanya memiliki pendekatan dan metoda dalam memimpin ketika berada pada posisi sebagai pemimpin. Keduanya mampu menjadi pemimpin di tempat yang tepat, kondisi yang pas, dan ekosistem yang mendukung.
Terakhir, saya hanya berbagi cerita dari seorang intravertian untuk intravertian yang belum menemukan dirinya:
Anda harus mulai mencari siapa diri Anda dan perkuat kelebihan khas Anda. Terima diri Anda sebagai intravertian dan jangan coba-coba mengganti diri Anda menjadi extravertian. Yang perlu Anda lakukan adalah belajar bagaimana untuk extrovert pada situasi tertentu (pada suatu dinamika tertentu), dan tetap introvert dalam hidup Anda. Tuhan menciptakan keduanya untuk tujuan yang berbeda, kejarlah itu! Anda berharga di dunia ini. Cara menunjukkan kelebihan Anda tidak perlu selalu dengan berbicara ngalor ngidul, itu tidak berguna! Small talk is bullshit! Buatlah karya yang akan mengobrak-abrik konsensus palsu bahwa introvert itu adalah pendiam, payah, dan tidak berguna.
Ingat, Tuhan menciptakan Anda dengan desain khusus untuk tujuan khusus. Bergeraklah di muka bumi sesuai desain terbaik-Nya untuk Anda dan temukan tujuan itu, dan jadikan diri Anda bahagia dengan apa yang Anda kerjakan.
Insya Allah…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar