Jumat, 24 Maret 2017

BISNIS KEHORMATAN

Smoga bermanfaat. Aamiin



Oleh Ustadz Muhammad Anis Matta, Lc.

Menegakkan wajah dan mempertahankan kehormatan pribadi di atas kemiskinan yang panjang, bukanlah perkara gampang. Tapi bertahan dalam kemiskinan yang panjang di tengah gemerlap dunia materi dengan tetap mempertahankan tingkat produktivitas ilmiah yang tinggi, tentu saja jauh lebih sulit.

Tapi itulah inti semua tantangan yang dihadapi para ulama pewaris nabi. Itu akan menjadi lebih rumit bila mereka hidup pada suatu masa di mana para penguasa bersikap anti ulama, meremehkan peranan ilmu pengetahuan, dan suka merendahkan ulama. Kemiskinan adalah pilihan hidup mereka, tapi kehormatan adalah tameng mereka.

Masalahnya adalah bahwa sebagian dari kehormatan itu harus dipertahankan dengan materi atau harta. Harta itu sendiri tidak secara langsung berhubungan dengan produktivitas dalam dunia mereka. Tapi itulah masalahnya: harta, kata Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam, adalah sumber kebanggaan manusia dalam hidup. Maka, perintah menjadi kaya beralasan di sini: agar kita juga memiliki kebanggaan itu, agar kita dihormati dalam pergaulan masyarakat.
Bisnis adalah jalannya. Itu sebabnya kita menemukan para ulama besar yang juga pebisnis. Abu Hanifah, misalnya, adalah pengusaha garmen. Beliau bahkan membiayai hidup sebagian besar murid-muridnya. Itu membuat beliau terhormat di mata para penguasa, relatif untoucheble.