23/2/2012 | 29 Rabbi al-Awwal 1433 H | Hits: 1.202
Oleh: Muhammad al-Fatih
adalah pengalaman saya ketika mengikuti perlombaan di Sirkuit Sepang, Malaysia.
Saat itu hari ke-3 perlombaan. Pada perlombaan itu setiap kendaraan para peserta diwajibkan untuk lolos inspeksi, baik inspeksi teknis maupun inspeksi dari sisi keselamatan. Terdapat beberapa aspek penilaian yang harus dipenuhi.
Pada saat itu kendaraan tim kami sudah memenuhi hampir seluruh aspek inspeksi kecuali satu hal, static brake test (uji rem dalam kondisi statis). Tiga hari telah berlalu dan hasilnya masihlah sama, kami belum lolos inspeksi. Segala cara telah dilakukan, dari mengubah sebagian komponen-komponen rem hingga harus mencari komponen pengganti di pasar terdekat.
Waktu terus berjalan. Setiap anggota tim telah terlihat gelisah dan lelah. Konsekuensi yang cukup besar harus kami hadapi, antara lain kami tidak diizinkan turun untuk berlomba di sirkuit. Ini adalah hal yang sangat menyakitkan. Perjuangan enam bulan lebih akan terasa hampa jika tim kami tidak diizinkan turun ke sirkuit. Konsekuensi lainnya adalah, tim yang tidak lolos inspeksi tidak akan menerima travel allowance, salah satu pos dana dari sponsor utama. Padahal untuk memberangkatkan tim dan kendaraan, kami masih berutang banyak. Apa jadinya jika dana tersebut tidak diberikan, dengan apa kami akan membayar utang yang begitu besar?
Kami pasrah, berserah. Segala cara telah dilakukan, sekarang hanya kembali masuk ke pit inspeksi dan kembali melakukan static test brake. Terlintas untuk berbuat curang, yaitu dengan memberi penahan pada bagian rem belakang. Namun alhamdulillah seorang pembimbing menasihati, beliau berkata bahwa yang dicari di sini bukan sekedar kemenangan dalam perlombaan, namun juga kemenangan diri, salah satunya dengan bertanding secara jujur dan sportif.
Kami berjalan sembari menggiring kendaraan kami untuk kembali masuk ke pit. Di sana kami disambut oleh seorang panitia, berkebangsaan Singapura saya rasa.
“Still not finish yet?” tanyanya.
“Yeah“, kami menjawab sekenanya.
“Are you ready now, guys? Are you sure you have already fix the brake?” tanyanya lagi.
“Yeah, insya Allah. God will help us“, jawab kami.
“What? God is only 20%, guys. You must do it by yourself“, ungkapnya tiba-tiba.
Saat itu juga, entah mengapa hatiku terasa terbakar, pikiranku bergolak, membentak, menolak keras perkataannya. Seandainya Allah tidak memberi kesabaran niscaya sudah kuhantam mulutnya itu. Aku tidak tahu apa yang Allah rasakan ketika ada makhluk-Nya yang berkata seperti itu. Aku yang sebagai ciptaan-Nya saja sudah merasa marah, namun entahlah Allah memiliki kehendaknya sendiri. Tak perlu berbicara lebih lagi. Kami hanya berjalan masuk lebih dalam lagi.
“Allah 100% menggenggam hidupku juga hidupmu, bahkan lebih dari itu” batinku.
Kali ini yang menyambut kami adalah seorang panitia berkebangsaan Malaysia.
“Are you ready now?” tanyanya,
“Yeah, insya Allah” jawabku.
“Yap, insya Allah. I hope you will pass this test guys. I know you’ve tired, but rules is rules, we can’t make any change of it.”
“Yeah, just see then”
Maka kami dorong kendaraan kami menuju sebuah platform yang memiliki kemiringan 20 derajat. Driver kami telah siap di dalam.
Rem kendaraan kami diuji. Kami semua berdoa, cemas. Namun yang terjadi membuat kami lemas. Kendaraan kami bergerak maju ke depan ketika direm. Persyaratan lolos adalah bahwa kendaraan tersebut tidak boleh bergerak sedikit pun ketika direm pada kemiringan tersebut.
“Please, give us one more chance“, pintaku.
“Oke, one more chance.”
Namun lagi-lagi kendaraan itu tidak mampu diam di tempat. Kami semua terdiam, lemas.
“Your brake doesn’t work I think.”
“Please one more time!” nyaris putus asa aku bicara.
Ketika itu datanglah seorang panitia lainnya. Seorang Eropa. Ia berbincang-bincang dengan panitia yang berasal dari Malaysia. Setelah berbincang cukup lama, orang Eropa itu menghampiri kami.
“Oke, one more chance“, ucapnya singkat.
“Yaa Rabb, ini kesempatan terakhir kami. Hanya pada-Mu kami berserah. Berhasil atau tidak kami serahkan keputusan pada-Mu.” batinku.
Kami kembali membawa kendaraan kami ke bidang miring itu.
“Oke, let’s start! Brake now, front and rear!” ucap orang Eropa itu.
Kendaraan kami tidak bergeming. Untuk tes kedua rem bersamaan, memang kendaraan kami selalu berhasil. Lalu, inilah saat yang ditunggu, ketika setiap brake dites masing-masing.
“Release the rear brake!”
Kendaraan kami tak bergeming. Satu tahap lagi. Satu tahap yang menentukan.
“Release the front brake!”
Kami memejamkan mata. Biasanya kendaraan itu akan meluncur menurun ke bawah. Kami memberanikan diri untuk membuka mata. Dan, Maha Besar Allah Yang Maha Agung, kendaraan kami diam di tempatnya, tidak bergeser sedikit pun.
“Okay, you pass the test, congratulation!” ucap orang Eropa itu.
“Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar. Maha Besar Allah” kami terpana.
“Tuhanku menggenggam 100% hidupku dan hidupmu, bahkan lebih dari itu” batinku.
Kami beranjak, menuju sirkuit. Panas terik, tapi terasa indah dan begitu sempurna.
Sumber: http://www.dakwatuna.com/2012/02/18896/god-is-only-20/#ixzz1oNxLm7rB