Rabu, 21 Desember 2011

Ku tak Ingin Menjadi "Bukan Siapa-Siapa"

 

Hari ini yang ku nanti…

Saat lembaran-lembaran iman saling terpaut

Membentuk garis-garis ukhuwah

Sketsa impian masa lalu, kini nyata terekam dalam pita batinku…

Segenggam ghirahMu bagai batu bara menyala pada permukaan tungku,

Berkawan dengan api…

Saat ku terlelap, bara itu kian menyala!

Menyilaukan,

Pesonanya memukau menerangi seantero jagat raya, memukau dalam peraduan cintaNya…

Lentera-lentera zaman menyatu terselimuti asa-asa tak terperi,

Mencipta senyum menyemaikan benih-benih wasilah…

Damainya pelita arsy-Mu menggoda, mengusik kelalaianku

Sejenak merenungi,

Ku terjaga akan Rumah-Mu di sana…

Segudang perih menusuk jiwa,

Menghunus tajam dalam dada!

Ingatan menerbangkan ruhku pada bayi-bayi yang terkapar tak berdaya!

Semangkuk suara-Mu membisikkan nyawa-nyawa melayang oleh sabetan pedang…

Hatiku, menjerit!

Pandanganku mendadak nanar

Amat kentara di ujung lensa mataku,

mayat-mayat menjerit!

Mengaduh kesakitan… terlukis dalam untaian tinta darah bercecer

Membeku dalam kalbu

Mengakar dalam sangkar.

Jangkar-jangkar berakar meniupkan kabar

Menyangsikan bayi-bayi syahid menggema takbir,

Mengenangnya, tak sekedar menyayat hati mengguratkan kepiluan lara…

Rekaman setengah abad lampau, menyulut imanku!

Saat kobaran api dipercikkan zionis Dennis Rohan di al-Quds,

Api itu kini sudah padam seutuhnya! TIDAK!

Lalu, apakah kau rela menjadi “bukan siapa-siapa” dalam memoar ini?

Rasa cemburu berkobar pada tangan-tangan zionis laknatullah…

Gelegar dahsyat jet-jet tempurmu, tak kan mampu menggedor kekokohan imanku…

Komitmen ini kami bangun, menjulang tinggi, membangun tembok-tembok peradaban!

Memecah lingkaran-lingkaran keangkuhan…

Seucap doa kita menyimpan seribu kekuatan untuk mereka mujahid sejati…

Karena kita “siapa-siapa”



Sumber: http://www.dakwatuna.com/2011/10/15777/ku-tak-ingin-menjadi-bukan-siapa-siapa/#ixzz1hCz3sN4k

 

Selasa, 06 Desember 2011

Mungkin Karena Kita.

 

Bismillah…

Mungkin karena kita masih tetap di sini, di balik selimut yang hangat serta bantal kepala yang empuk untuk ditiduri, kita masih pulas di sana, dalam buaian mimpi yang terus menjejali, juga kelelahan-kelelahan yang sering terjadi karena memang kita meng-alpa-i diri. Kita memang masih di sini, di tumpukan kemalasan sedang matahari sudah mulai terbit dari timur, sedang embun pagi mulai membasahi bumi yang dingin, di subuh yang semakin beku ini, kita telah lupa satu hal, bahwa ada kenikmatan lain yang telah kita lalaikan bersama. Ada kesyukuran yang terlambat untuk terucap, sedang pagi sudah mulai datang dan meninggalkan subuh, sedang langit sudah mulai terang menyinari.

Mungkin karena kita masih enggan untuk jujur pada diri, pada tiap keringat yang berpeluh dalam hari. Pada penggal-penggal hati yang semakin hari terus saja terkotori, pada tiap perkataan yang senantiasa tak lebih dari prasasti yang tak berarti. Kita memang telah sering membohongi diri, atau mungkin kita sendiri yang tak sadar telah membohongi diri ? kebohongan pada hati, bahwa sejatinya ia sedang goyah karena tak bisa memiliki fitrahnya, fitrahnya yang cenderung tenang ketika Allah di sana, fitrahnya yang selalu damai ketika cinta yang menyala itu hanya untuk Allah, fitrahnya yang bening, bahwa dekapan ukhuwah itu akan terasa ketika iman melekat kepadanya. Kita telah lupa dan membohongi diri sendiri, bahwa sebelum kita lahir di dunia ini, Allah telah mengambil janji dari diri kita agar tak sering mengingkari apa yang akan diperintahkan-Nya.

Mungkin karena kita masih sering malas untuk berbenah. Berbenah atas amalan-amalan kita yang sering bolong, berbenah atas niat-niat hari yang tak sebening pagi, berbenah untuk langkah-langkah kaki yang tak lagi lurus pada jalan yang abadi, berbenah untuk sujud penghambaan yang semakin hari semakin terasa hambar di hati, berbenah untuk istiqamah yang masih jauh dari dalam diri, berbenah untuk sebuah tadhiyah (pengorbanan) yang masih payah bersama jalan ini, berbenah untuk setiap waktu kita yang habis dengan perkara dunia yang sempit lagi tak punya arti. Kita memang sering malas untuk berubah, namun terlalu rajin untuk mengejar bahagia di dunia, sedang akhirat adalah negeri abadi yang bisa jadi indah atau buruk bagi diri.

Mungkin karena kita masih sering memiliki banyak alasan. Alasan untuk melambatkan waktu shalat kita, alasan untuk tak lagi menyempurnakan yang wajib dengan rawatib kita, alasan untuk tak lagi berlama-lama dzikir bersama Allah setelah lelah dalam hari, alasan untuk tak punya waktu di pagi hari, sedang Dhuha sudah mulai mengintip-i bumi, alasan untuk tiap kemalasan kita di malam hari, alasan untuk tak lagi segera melakukan kebaikan-kebaikan bagi orang lain, kita punya banyak sekali alasan untuk membenar-i, padahal sejatinya ia hanyalah cara agar kita punya jawaban yang pasti pada setan yang menjejali, bahwa paling tidak, ia telah mampu menyesati. Kita memang terlalu banyak beralasan, hingga tak lagi punya jawaban untuk tiap masalah yang menimpa diri. Kalau sudah begini, apakah kita akan berani menentang Allah jika DIA-pun PUNYA ALASAN yang pasti untuk menghukumi kita ? sedang bagi DIA, diri ini hanyalah kecil tak berarti.

Mungkin karena kita masih tetap di sini, pada titik awal yang selalu stagnan untuk sebuah PERUBAHAN AKHIRAT, pada kata ENGGAN yang selalu mengajari diri agar menghentikan langkah yang benar-benar menguati, pada rasa MALAS yang lebih sering datang menghampiri, apalagi ketika suara-suara pengingat dari Allah mulai tiba dan kita dengari, juga pada BANYAKNYA ALASAN yang kita cipta sendiri. Semuanya.. adalah sedikit dari banyak cara untuk mampu menohok diri kita. Bahwa “Mungkin KARENA kita memang telah pergi meninggalkan kampung akhirat.. kita telah lupa padanya, dan bersorak-sorak menikmati dunia yang semakin sempit dan menyesakkan.. “

“Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik.” (Al-Hasyr : 19)

 

 

Selasa, 01 November 2011

Sebelum Anda Menyesal

Kadang kala orang menghadapi penderitaan fisik dan rohani serta berbagai kesulitan di dunia. Perasaan-perasaan (penderitaan) ini begitu kuat sehingga tidak bisa dibandingkan dengan rasa sakit fisik manapun. Perasaan yang menyebabkan tekanan besar dalam jiwa manusia yang dimaksud disini adalah sebuah perasaan yang disebut dengan 'penyesalan'. Ada dua bentuk penyesalan yang sangat berbeda satu sama lain. Yaitu,  penyesalan yang dirasakan oleh orang beriman dan penyesalan yang dialami orang yang tidak beriman (kafir). Orang-orang yang beriman  adalah orang-orang  yang memiliki  kepercayaan sepenuhnya bahwa setiap peristiwa yang terjadi merupakan Kehendak Allah, dan apa pun yang menimpa mereka juga atas Kehendak Allah.

 

Hal ini menjelaskan betapa mereka memiliki kepercayaan penuh dan tidak berputus asa pada Tuhan serta melaksanakan ibadah untuk memperoleh ketenangan, pada waktu-waktu yang utama, baik ketika berada dalam masalah atau ketika mereka melakukan kesalahan. Ketika melakukan kesalahan, orang beriman segera bertobat dengan tulus dan berharap ampunan dari Allah. Oleh karena itu, ia tidak mengalami penderitaan batin yang amat sulit dan penyesalan hidup yang berkepanjangan. Penyesalan yang dirasakan oleh orang beriman mendesak mereka untuk bertobat, untuk menyucikan diri dan mencegah mereka untuk mengulangi kesalahan ini. Hal ini membantu mereka memperbaiki kesalahan mereka dan mencegah mereka terjun ke dalam suasana hati yang amat sulit dan pesimis. Selain itu, penyesalan ini tidak mengurangi antusiasme mereka, pengabdian, atau semangat keagamaan, dan juga tidak menyeret mereka pada sebuah lingkaran ketakutan dan depresi.

 

                                                       

 

Di sisi lain, penyesalan yang dirasakan oleh orang-orang kafir sangat menyedihkan dan konstan, karena mereka tidak bertawakal kepada Allah ketika mereka menghadapi kesulitan atau melakukan hal yang dilarang oleh Allah. Sepanjang hidup mereka, mereka sering mengungkapkan "Saya berharap saya tidak melakukan ini ..." "Saya berharap saya tidak pernah mengatakan ini ...", dan sebagainya. Lebih pentingnya lagi, orang-orang kafir akan terjebak pada sebuah penyesalan yang jauh lebih besar di akhirat. Mereka yang memisahkan urusan agama dengan urusan dunia (sekuler), akan menyesal setiap saat dalam kehidupan mereka. Mereka telah diberi peringatan sebelumnya dan ditunjukkan jalan yang lurus. Mereka memiliki cukup waktu untuk merenungkan dan memikirkan mana yang benar. Namun mereka tidak mendengarkan ketika mereka diperingatkan, mengabaikan akhirat seolah-olah mereka tidak akan pernah mati.

 

Kemudian di akhirat, mereka tidak akan memiliki kesempatan untuk kembali ke dunia ini dan memperbaiki kesalahan mereka. Dalam Al-Qur'an, ungkapan penyesalan mereka tertulis sebagai berikut: Sesungguhnya Kami telah memperingatkan kepadamu (hai orang kafir) siksa yang dekat, pada hari manusia melihat apa yang telah diperbuat oleh kedua tangannya; dan orang kafir berkata: "Alangkah baiknya sekiranya aku dahulu adalah tanah." (QS. An-Naba', (78):40) Dan jika kamu (Muhammad) melihat ketika mereka dihadapkan ke neraka, lalu mereka berkata: "Kiranya kami dikembalikan (ke dunia) dan tidak mendustakan ayat-ayat Tuhan kami, serta menjadi orang-orang yang beriman", (tentulah kamu melihat suatu peristiwa yang mengharukan). (QS. Al-An'am, (6):27)   Mereka akan berkata: Dan mereka akan berkata: “Kalau saja kami benar-benar mendengarkan atau menggunakan akal kami (memikirkan peringatan itu), maka tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang apinya menyala-nyala.” (QS. Al-Mulk, (67):10) Perlu diingat bahwa pada hari itu tidak seorang pun yang menyesal akan diselamatkan dari murka Allah. Satu-satunya cara untuk menghindari penyesalan ini adalah dengan tunduk kepada Allah selagi masih ada waktu dan mematuhi segala perintah Allah. Patuhilah seruan Tuhanmu sebelum datang dari Allah suatu hari yang tidak dapat ditolak kedatangannya. Kamu tidak memperoleh tempat berlindung pada hari itu dan tidak (pula) dapat mengingkari (dosa-dosamu). (QS. Asy-Syuura, (42):47)

 

Sumber: harun yahya wesite

 

Kamis, 13 Oktober 2011

5 Manajemen Mimpi

 

 

 

 “Kenyataan hari ini adalah mimpi kita kemarin, dan mimpi kita hari ini adalah kenyataan hari esok” (Hasan Al-Banna)

“Bermimpilah engkau setinggi langit” (Pepatah)

Setiap orang mempunyai area mimpi yang berbeda, karena setiap orang bebas untuk bermimpi, seperti burung yang terbang di angkasa, setiap orang dapat memilih ingin menjadi begini dan begitu, mau ini dan itu, yang intinya menggambarkan cerita sukses kehidupan, dan seluruh mimpi itu terangkum dalam jutaan keinginan kita. keinginan yang tak tahu dimana ujungnya waktu dan tempatnya.

Mimpi adalah suatu hal yang sangat urgent dalam kehidupan karena akan menunjukkan peta dan langkah kesuksesan kita. Mimpi memang membuat hidup jadi lebih indah karena keberhasilannya, namun banyaknya juga mimpi yang tak tergapai dan tak terbeli. Hanya orang mati sajalah yang tidak mempunyai keinginan dan mimpi.

Berani bermimpi adalah langkah awal untuk sukses, dan ketakutan kita untuk bermimpi awal dari kesalahan fatal dalam kehidupan. Selalu memperbaharui mimpi akan menjadikan hidup lebih bersemangat dan obsesif, meninggalkan dan melupakannya akan sebaliknya. Membatasi mimpi akan menjadikan kita terkungkung dalam sebuah kotak yang membuat gerak dan langkah kita menjadi terbatas.

Ada 5 hal, bagaimana kita mengelola mimpi-mimpi kehidupan kita :

1. Faktor mental

Mimpi itu sangat dekat kaitannya dengan khayalan dan pemikiran, olehnya faktor mental menjadi sangat berperan. Mimpi besar hanya bisa dilahirkan orang yang memiliki mental besar, orang memiliki mental langit yang dekat dengan Yang Maha Besar. Jangkauan mimpi dan berpikirnya akan jauh ke depan, menembus batas kehidupan setelahnya, ia akan menghasilkan karya-karya besar dan luar biasa dalam kehidupannya, sebaliknya orang yang takut kepada makhlukNya akan melahirkan mimpi yang kerdil, mimpi hanya tentang harta, tahta dan wanita, hanya mimpi sesaat dan sejauh mata memandang.

2. Reasonable

Mimpi itu memang harus masuk akal dan logika, i-reasonable mimpi akan hanya menjadi mission impossible kehidupan sebagaimana di film-film. Ada dua logika bagaimana kita merasionalkan mimpi, pertama: Logika Langit, Tuhan tahu apa yang terbaik untuk makhluk-Nya, logika langit adalah logika agama, inspirasi mimpi yang bersumber dari Wahyu dan sabda Nabi-Nya. Kedua; Logika Manusia, Tuhan tidak mendatangkan hujan emas dari langit, tapi mimpi itu harus logis dan dapat dikerjakan manusia, bukan sesuatu yang mengawang-awang.

3. Jelas

Banyak orang bermimpi, namun hanya sepintas lalu, samar-samar atau hanya setengah hati. Seyogianya mimpi itu haruslah jelas, plus minusnya, bagaimana gambaran detail mimpi itu, hipotesa mimpi dan rencana aksi harusnya suatu hal yang jelas dan tersusun dalam planning kehidupan. Kegagalan kita mendeclear, men-zoom dan memperjelas mimpi adalah kegagalan kehidupan kita.

4. Terkoneksi

Koneksi adalah sebahagian dari kesuksesan mimpi, terkadang ada suatu hal yang sebaiknya dikerjakan oleh bukan diri kita, tapi oleh yang lain. Kita boleh bermimpi dan berencana tapi Tuhan juga punya rencana, manusia yang lain juga punya keinginan dan rencana, tinggal bagaimana kita menyambungkan, mengkoneksikan dan menyesuaikan antara mimpi kita, rencana Tuhan dan keinginan manusia.

5. Sumber daya

Pengetahuan dan kepemilikan sumber daya memberikan pengaruh besar dalam mensukseskan mimpi. Sumber daya langit adalah sumber daya tak terbatas, “berdoalah (mintalah keinginanmu), Niscaya akan Aku kabulkan”. Di sisi yang lain, sebaiknya kita saatnya berfikir bagaimana mimpi kita dapat dibiayai orang lain, karena jika mengandalkan sumber pribadi, akan sangat terbatas. Ketiga sumber daya ini jika dimaksimalkan dan diintegrasikan akan sangat membantu suksesnya mimpi kita

Wallahu a’lam bishshawab.


Sumber: http://www.dakwatuna.com/2011/09/14758/5-manajemen-mimpi/#ixzz1ahliKIqY

Minggu, 02 Oktober 2011

Ngobrolin Kampus Bersama Telkomsel

Entrepreneur & Internship Program 2011

Merupakan program tahunan untuk para member TMC dengan memberikan informasi-informasi yang dibutuhkan mahasiswa.
 
Program Seminar Entrepreneurship akan memberikan informasi mengenai scriptwriting dengan pembicara-pembicara dari dunia film, serta kesempatan untuk mengikuti kompetisi scriptwriting.
 

Program Seminar VAS Business & Knowledge akan memberikan informasi mengenai dunia telekomunikasi.

Program Seminar Informasi Bursa Kerja akan memberikan informasi mengenai dunia kerja serta kesempatan magang di berbagai perusahaan, termasuk Telkomsel.

 
 
Program Informasi BlackBerry Community akan memberikan informasi seputar BlackBerry, tips & trick, serta coaching clinic BlackBerry.



Nantikan di kotamu!

 

 

    NO

  KOTA

  VENUE

ADDRESS

            DATE

1

Medan

Auditorium Kampus Univ Negeri Medan  

Jl. William Iskandar Pasar 5 Medan

Selasa, 27 Sept

2

Denpasar

GOR Lila Bhuana - Denpasar

Jl. Melati No 1, Denpasar

Selasa, 4 Okt

3

Bogor

Graha Widya Wisuda Kampus IPB - Bogor 

Jl. Raya Darmaga, Bogor, Jawa Barat

Rabu, 12 Okt

4

Palembang

Graha Sriwijaya UNSRI - Bukit Besar

Jalan Srijayanegara Bukit Besar Palembang 30139

Kamis, 20 Okt

5

Surabaya

Graha Sepuluh Nopember Kampus  ITS - Surabaya

Jl. Kampus ITS Sukolilo - Tromol Pos 900/SB Kode Pos 60008 Surabaya

Rabu, 26 Okt

6

Samarinda

GOR Segiri Samarinda  Fadli-0812 5844146

Jl.Kesuma Bangsa

Selasa, 1 Nov

7

Purwokerto

Gedung Sumardjito Kampus UNSOED, 

Jl. Prof. Dr. H. Bunjamin No. 708 Purwokerto, Jateng

Selasa, 15 Nov

8

Makassar

Wisma Manunggal

Jl. Jendral Sudirman No. Makassar

Selasa, 22 Nov

9

Kendari

Auditorium Unhalu, Univ.Haluoloe

Kampus Hijau Bumi Tridharma Anduonohu, Kendari 93232

Sabtu, 3 Des

10

Jakarta

To Be Confirm

To Be Confirm

Desember

Info Lengkap : www.telkomsel.com

Sabtu, 12 Maret 2011

MENGHINDARI KESIA-SIAAN

by Harun Yahya (Adnan Oktar)
Lalai menghargai berkah atau pemberian dari Allah, menghabiskan atau menghambur-hamburkan sesuatu adalah bentuk kesia-siaan, bertentangan dengan yang Allah peringatkan dalam A-Qur’ân: “Dan berikanlah haknya kepada kerabat dekat, juga kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan, dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya.” (QS. Al-Isrâ’, (17):26-27) Kelalaian atas limpahan berkah yang diberikan Allah menunjukkan kurangnya bersyukur padaNya. Seperti yang ditetapkan dalam Qur’ân, mengingkari syukur adalah sifat setan; oleh karena itu, mereka yang tidak bersyukur pada Allah dengan mengabaikan ketetapanNya, menjadi “saudara iblis” atau pengikut setan. Sementara keberkahanssemestinyasecara logisdapat meningkatkan rasa bersyukur seseorang kepada Allah, maka menyia-nyiakannya menunjukkan sikap pengingkaran, sebuah sikap yang mungkin akan mencabut rahmat dan berkah Allah pada seseorang di hari akhirat. Surga adalah tempatnya kemuliaan yang dihiasi oleh nikmat Allah yang sempurna dan tak terbatas. Akan tetapi, tak mungkin bagi seseorang yang tetap tidak peka terhadap limpahan berkah di dunia, dapat–dengan pantas–menghargai berkah Allah di surga dan memujiNya. Agar layak mendapatkan surga, seseorang pertama-tama harus menghargai apa yang telah Allah berikan padanya ketika masih di dunia. Meskipun seseorang mungkin menghindari pemborosan yang besar, tetapi ketidakpedulian, penyalahgunaan serta lalai atau salah dalam menjaga perkara-perkara yang kecil, dianggap sebagai bentuk pengingkaran syukur juga. Seorang mu’min–terutama–harus cermat dalam persoalan-persoalan demikian karena takut menjadi ingkar atau lalai dalam menghormati Allah. Dalam Al-Qur’ân, Allah menginginkan hamba-hambaNya memperoleh manfaat dari berkahNya menurut cara yang terbaik, sekalipun mereka dapat menghindari kesia-siaan: “Wahai anak cucu Adam, pakailah pakaianmu yang bagus setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan.” (QS. Al-A`râaf, (7):31)